Sunday, November 28, 2010

Situ Lengkong di Panjalu Tasikmalaya


POTENSI HISTORIS
Berdasarkan kisah lisa yang beredar di kalangan masyarakat Panjalu, Situ Lengkong terbentuk sebagai bagian dari proses pengislaman yang dirintis Prabu Borosngora, anak kedua dari Prabu Sanghyang Tjakradewa.
Dalam Babad Panjalu, Prabu Borosngora disebut sebagai buyut Sanghyang Ratu Permanadewi, Ratu Kerajaan Soko Galuh yang membawa ajaran karahayuan (kemakmuran). Karena dipimpin seorang wanita, untuk menunjukkan maskulinitas, maka kerajaan tersebut dinamakan Kerajaan Panjalu. Dalam bahasa Sunda, berarti laki-laki.
Kerajaan Panjalu pernah kuat dan besar dan menjadi bagian Kesultanan Cirebon sampai akhirnya menjadi kabupaten. Wilayahnya kemudian digabung dengan Kabupaten Imbanagara dan Kawali sehingga menjadi Kabupaten Ciamis sekarang.
Daya tarik Panjalu dari segi historis adalah upacara nyangku. Diselenggarakan setiap tahun pada hari Senin atau Kamis terakhir bulan Maulud. Nyangku berasal dari bahasa Arab yanko artinya: membersihkan. Dalam upacara tersebut, pedang hadiah dari Sayidina Ali dan barang pusaka lainnya seperti keris, dan tombak dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di Bumi Alit untuk dibersihkan. Prosesi dilanjutkan dengan membawa barang pusaka ke Nusalarang, lalu kembali ke balai desa untuk dibersihkan. Menjelang tengah hari, barang pusaka disimpan kembali ke tempat asalnya, Bumi Alit. Bagi masyarakat Panjalu, nyangku memiliki makna yang lebih luas. Dan sesuai dengan ajaran leluhur mereka, setiap langkah dalam upacara tersebut memiliki makna tersendiri yang bertujuan meningkatkan kebahagiaan lahir-batin keturunan Panjalu.
Kepada anak-cucunya, Raja Panjalu mewariskan papagon atau ajaran yang antara lain berbunyi; ”Pakena gawe rahayu dan pakena kreta bener” dan ”mangan karna halal, pake karna suci, ucap lampah sabenere,”. ”Hingga kini ajaran tersebut dipegang teguh oleh mereka yang merasa sebagai keturunan Panjalu meskipun sudah menetap jauh di luar Panjalu. Salah satu sesepuh Panjalu yang dipandang sebagai pemimpin adat Panjalu adalah Bah Atong, keturunan ke-14 Prabu Borosngora.



POTENSI PELESTARIAN LINGKUNGAN
Di tengah situ lengkong terdapat pulau seluas sekitar 16 hektar. Pulau Nusa Larang. Pulau ini ditetapkan sebagai cagar alam sejak tanggal 21 Februari 1919. Pulau ini sering juga disebut Pulau Koorders. Nama ini adalah sebagai penghargaan kepada Dr Koorders, seorang kebangsaan Belanda pendiri dan sekaligus ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun 1863.
Sebagai seseorang yang menaruh perhatian besar pada botani, Koorders telah memelopori pencatatan berbagai jenis pohon yang ada di Pulau Jawa. Pekerjaan mengumpulkan herbarium tersebut dilakukan bersama Th Valeton, seorang ahli botani yang membantu melakukan penelitian ilmiah komposisi hutan tropika.
Koorders dan rekannya akhirnya berhasil memberikan sumbangan yang tidak kecil pada dunia ilmu pengetahuan. Berkat kerja kerasnya, kemudian lahir bukunya, Bijdragen tot de Kennis der Boomsoorten van Java, sebuah buku yang merupakan sumbangan pengetahuan tentang pohon-pohon yang tumbuh di Pulau Jawa.
Sebagai cagar alam, Nusalarang memiliki vegetasi hutan primer yang relatif masih utuh dan tumbuh alami. Wisatawan yang berkunjung ke sana bisa menikmati berbagai jenis flora, antara lain kondang (Ficus variegata), kileho (Sauraula Sp), dan kihaji (Dysoxylum). Di bagian bawahnya tumbuh tanaman rotan (Calamus Sp), tepus (Zingiberaceae), dan langkap (Arenga).
Sedangkan fauna yang hidup di pulau tersebut antara lain tupai (Calosciurus nigrittatus), burung hantu (Otus scops), dan kalong (Pteropus vampyrus). Belakangan, populasi kalong di daerah itu bertambah dengan berdatangannya kawanan kalong dari Astana Gede Kawali, situs yang terletak di Kecamatan Kawali, enam kilometer arah utara Kota Ciamis. Selama ini situs tersebut dianggap sebagai pusat Kerajaan Galuh. Kawanan kalong yang bersarang di situs tersebut dikabarkan sudah lebih dulu hijrah ke Situ Lengkong, jauh sebelum terjadi bencana angin ribut melanda situs Astana Gede Kawali. Situs Astana Gede Kawali dipercaya mempunyai hubungan sejarah dengan situs Panjalu di Nusalarang. Kalong yang pulang pergi dari Nusalarang dan Gede Kawali dalam kepercayaan yang beredar adalah penjelmaan dari pasukan Borosngora.
POTENSI WISATA RELIGI
Situ Lengkong Panjalu berdasar sejarahnya merupakan situ yang terbentuk dari hal yang mistis. Situ ini berasal dari air zamzam pemberian Sayyidina Ali yang dibawa Pabu Borosngora sepulang dari belajar Islam ke Mekah.  Ketika air zamzam ditumpahkan ke atas cekungan tanah maka muncullah sumber air yang makin membesar hingga menjadi sebuah situ. Dan ditengahnya terbentuk pulau yang kemudian dijadikan tempat pemakaman keluarga keturunan Prabu Borosngora. Karenanya pulau itu dikeramatkan dan disebut Pulau Nusa Larang. Borosngora sendiri tidak dimakamkan  di tempat ini. Beliau hilang entah dimana. Setelah Islam berkembang di Panjalu beliau pergi pamit untuk menyebarkan Islam di daerah lain. Banyak yang beranggapan bahwa beliau akhirnya menetap di Kawali. Beliau dapat menjelma menjadi harimau putih yang melindungi.
Kini Situ Panjalu menjadi bagian dari rangkaian Ziarah para wali umat Islam. Air situ dipercaya membawa berkah karena asalnya adalah air zamzam. Lokasinya yang termasuk strategis bisa dicapai melalui berbagai arah. Baik dari Cirebon-Ciamis melalui Kuningan maupun dari Bandung-Tasikmalaya melalui Malangbong. Dari Kota Ciamis yang menjadi ibu kota kabupaten, jaraknya hanya sekitar 15 km.

0 comments:

Post a Comment