GAPLEK adalah bahan makanan yang diolah dari umbi ketela pohon atau singkong. Prosesnya sangat mudah; umbi singkong yang telah dipanen kemudian dikupas dan dikeringkan. Itu kata Wikipedia. Gaplek yang telah kering kemudian bisa ditumbuk sebagai tepung tapioka yang bisa dibuat bermacam-macam kue. Menjadi bahan olahan kue, terdengar lebih bergengsi. Tak ada kesan kampungan, bahkan identik dengan kemiskinan. Betapa peristiwa yang terjadi di kampung Pajagan, Kelurahan Cigantang, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya tempo lalu, membawa kepahitan. Pasangan suami istri, Sarben (60) dan Masriah (50), korban keracunan gaplek, tergolong keluarga tak mampu. Mereka tinggal di kandang ayam di atas kolam yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Selain Sarben dan Masriah, lima orang warga kampung itu pun sama-sama mengalami keracunan. Bahkan, seorang di antaranya meninggal, lantaran kondisinya sudah gawat.
Racun diakui menjadi zat pembunuh ampuh. Zat itu merusak makanan menjadi berbahaya bila dikonsumsi. Jika tak sempat dibawa ke rumah sakit, risikonya maut. Bukan soal gaplek dan rumah kandang ayam saja yang menjadi penanda. Namun, musti ada yang direnungi dengan serius. Racun yang lebih berbahaya ketimbang bakteri perusak makanan, dan membuat orang muntah-muntah. Kemiskinan juga adalah racun. Racun bagi tatanan sosial yang sedang dibangun para pemegang kebijakan bersama masyarakat. Kemiskinan sederhananya ditandai dengan kondisi serba tiada.
Tak ada nasi, makan gaplek. Tak punya pekerjaan tetap, jadilah pengangguran yang jaraknya tipis dengan dunia kejahatan. Tak punya keahlian, akhirnya jadi buruh serabutan, seperti yang dilakukan Sarben. Tak punya gaya hidup disiplin, akhirnya terjebak malas. Gaplek hanyalah penanda yang hendak menyampaikan pesan, di Kota Tasikmalaya, masih ada warga yang melarat. Warga yang sejatinya dilindungi oleh Pemerintah. Insiden Cigantang tempo lalu, patut jadi tamparan bagi kita. Paling tidak, menggugah kesadaran untuk menggelorakan solidaritas sosial.
Racun diakui menjadi zat pembunuh ampuh. Zat itu merusak makanan menjadi berbahaya bila dikonsumsi. Jika tak sempat dibawa ke rumah sakit, risikonya maut. Bukan soal gaplek dan rumah kandang ayam saja yang menjadi penanda. Namun, musti ada yang direnungi dengan serius. Racun yang lebih berbahaya ketimbang bakteri perusak makanan, dan membuat orang muntah-muntah. Kemiskinan juga adalah racun. Racun bagi tatanan sosial yang sedang dibangun para pemegang kebijakan bersama masyarakat. Kemiskinan sederhananya ditandai dengan kondisi serba tiada.
Tak ada nasi, makan gaplek. Tak punya pekerjaan tetap, jadilah pengangguran yang jaraknya tipis dengan dunia kejahatan. Tak punya keahlian, akhirnya jadi buruh serabutan, seperti yang dilakukan Sarben. Tak punya gaya hidup disiplin, akhirnya terjebak malas. Gaplek hanyalah penanda yang hendak menyampaikan pesan, di Kota Tasikmalaya, masih ada warga yang melarat. Warga yang sejatinya dilindungi oleh Pemerintah. Insiden Cigantang tempo lalu, patut jadi tamparan bagi kita. Paling tidak, menggugah kesadaran untuk menggelorakan solidaritas sosial.
Reviewed by Purcep, Blate South Lebanon, 18th May 2011
0 comments:
Post a Comment